cuma ingin berekreasi dengan pemikiran-pemikiran

Sabtu, 10 Juni 2017

Aku, pemikiranku, dan si penjajah jahat

Ditulis oleh fathi

“Negeri kita  negeri yang mahsyur, ndoro. Sejak dulu seluruh penduduk bumi tahu harta karun rempah-rempah telah ada di negeri kita. Lada berlimpah, cengkeh yang wanginya menggiurkan tiap penduduk bumi yang menghirupnya. Penduduk pulau hidup mahsyur dan damai. Tapi, kemahsyuran dan kedamaian pulau tidak berlangsung lama. Sejak tahun 1511 mulai bertebaran hidung – hidung mancung yang angkuh menguasai tanah kita, Portugis namanya. Tubuhnya tinggi menjulang. Badan tegap. Senjata mengerikan selalu mengitari punggungnya. Bengis. Tidak berhenti disitu, setelah mereka pergi, tanah kita kedatangan pedagang yang rupanya mirip seperti si hidung mancung, Belanda. Ratusan tahun lamanya orang-orang itu bertahan di tanah kita. Memperkerjakan rakyat tanpa ampun. Bapak kau dan mba-mu menjadi korbannya.” Itu cerita Mbah putri saat aku mengunjunginya beberapa bulan yang lalu di Demak.
Batavia, tempat tinggalku. Aku tumbuh di lingkungan yang keras di pangkuan ibuku seorang. Kata ibu, bapakku seorang pekerja keras, Jalan Anyer-Panarukan adalah jasa bapak. Tapi kini, aku tidak tahu keberadaan bapak, entah bersama ribuan pekerja yang masih bekerja atau yang sudah tertutup tanah. Mbak-ku, ia begitu menyedihkan. Kata tetangga, ia dijadikan wanita penghibur tentara. Aku tak tahu apakah itu benar atau tidak, setiap kali aku bertanya pada ibuku, ia selalu menangis. Itu sebabnya, ibuku sangat membenci Belanda.
Tepat di tahun 1942, aku melihat senyuman tipis ibuku yang sudah lama tidak kulihat.Benar, ini karena kepergian si pedagang bengis. Sumringah sekali ibuku bercerita tentang kekalahan Belanda di Perang Dunia kedua. Dengan mudah, ibuku mendukung si penakluk Belanda, Jepang.
Setahun yang lalu, saat mereka mendarat di Batavia, pada awalnya membawa gemuruh dan keresahan hati bagi siapapun yang mendengarnya. Kami yakin  mereka punya niat yang sama dengan pedagang bengis itu, tidak lain tidak bukan hanya untuk merauk kekayaan alam pulau kami tanpa sopan santun. Rasa bersalah semakin menjadi-jadi saat gerakan jawa hokokai dan masyumi diselenggarakan. Gerakan yang menanamkan nilai nilai agama pada setiap penduduk yang turut bergabung.
Setiap datangnya hari baru, raut wajah ibuku semakin membaik, “Cahaya dari timur telah datang, Danu. Kemerdekaan sudah didepan mata.”
Dengan dorongan yang kuat dari ibu dan gadis itu , aku bertekad memasuki organisasi bentukan Jepang, PETA. Akan selalu kuingat.Sejak  Oktober 1943 aku adalah Pembela Tanah Air. Rasa takut tidak ada lagi pada diriku. Bagiku melaksanakan perintah adalah kehormatan no.1, meski pada akhirnya ada darah yang tertumpah, ada hati yang terluka aku tetap berdiri pada pendirianku. Melaksanakan perintah dari seseorang yang kuhormati. Tentara Jepang pun mempercayaiku, menyebutku  tentara terbaik, aku bangga dengan hal itu.
Kau tahu? Aku pernah menyukai seorang gadis. Ia Cantik dan pandai . Seorang kutu buku. Jarang sekali pemuda meliriknya karena kacamatanya cukup tebal. Tak tahu, jika gadis ini membuka kacamatanya, kecantikannya terpancar bak ratu di negeri paman sam. Dahulu ia teman diskusiku, kami selalu berbicara tentang kemerdekaan, nasib bangsa dan penjelajahan. Tapi kini tak lagi begitu, dihatiku timbul perasaan orang dewasa, cinta.
Bagaimana dengannya? Dia juga begitu padaku. Sempat ku pergoki dia mencuri-curi pandang. Melirik padaku sambil tersenyum. Benar, kami saling mencintai.
Namanya Dwi. Sebelum aku masuk PETA, kami sering bertemu. Bertanya kabar lantas memulai membahas buku atau berdiskusi tentang pembicaraan orangtua semalam. Kami berdua selalu menguping pembicaraan tokoh-tokoh besar di balai kota, berdiskusi bersama. Kami jadi berpikir kritis, memulai mengambil kesimpulan dari beragam cara pandang. Ah, ini  sangat menyenangkan. Dia Dwi, gadis yang berhasil mengisi hatiku yang kosong.
Kami memutuskan untuk memperjuangkan kemerdekaan ini, mengambil peran sebisa kami. Di tahun 1943 sejak pembentukan PETA di bulan oktober dan pembentukan Fujinkai di bulan Agustus, kami sama sama memutuskan untuk bergabung, tepat di bulan Oktober. Dwi bergabung dengan Fujinkai dan aku bergabung dengan PETA.
Kami jadi jarang sekali bertemu, paling sesekali sebulan. Bertemu, untuk menyusun kembali rencana kemerdekaan bangsa ini. Dwi dan aku menjadi orang berpengaruh disana. Aktif berpendapat, bertindak dan mempengaruhi orang lain. Kami lihai berbuat. Kami butuh kemerdekaan. Rasa ini membunuh kami. Kami pun jadi berjuang sepenuh jiwa dan raga kami.
Ini sudah bulan ketiga aku tidak bertemu dengan Dwi, karena kami menunda untuk bertemu, kami sibuk berorganisasi. Tapi tidak masalah, ini demi bangsa yang sudah kami rindukan kemerdekaannya.
Sebulan terakhir di akhir tahun, aku mendapat kabar buruk. Ini benar benar buruk. Kejadian ini mengubah segalanya, mengubah hidupku, mengubah pikiran dan otakku. Dwi-ku telah pergi- meninggalkanku. Aku baru merasakan rasa sakit seperti ini,  sakit sekali. Sampai aku tidak mengerti lagi bagaimana caranya menangis. Kepergiannya membuatku berfikir panjang, berfikir seribu kali lebih keras. Apa yang terjadi padanya?!
Sebal, tidak ada satupun dari temannya yang mau bercerita padaku, semua temannya bungkam. Bilang, mungkin ini waktunya. Mana mungkin begitu? Aku paham sekali Dwi gadis yang kuat. Aku melihat di matanya yang cantik ada bekas biru,  kakinya patah, jarinya pun tidak lagi berjumlah 5. Ini aneh. Sakit sekali hatiku melihatnya begitu.
Setelah lelah mengorek informasi dari sahabatnya yang tidak  menjawab pertanyaanku. Aku jadi liar. Aku mulai mencurigai si cahaya timur. Bertanya pada orang orang yang kupercayai dan kukenal. Tetap saja hasilnya nihil. Menggeleng tidak tahu dan memintaku bersabar. Aku tidak menyerah -
Sampai suatu hari, teman baik Dwi datang padaku dengan takut - takut, namanya Ayu. Dwi sering bercerita padaku tentang sahabatnya itu.
 "Dwi-mu itu Danu, dia hebat sekali, beruntung aku punya sahabat macam dia. Maaf kemarin saya tak jawab pertanyaanmu, yaa danu tau toh saya sedih kemaren, tak kuat nahan. Jadi saya ya nangis. Danu, sebenarnya Dwi-mu itu... , kasihan sekali. Dia korban dari tentara sipit (berbisik) -"
Tepat. Ini tepat seperti dugaanku. Aku tahu pasti, mereka punya tujuan lain. Kata Dwi, Fujinkai adalah salah satu bentukan tentara sipit untuk melibatkan wanita dalam proses kemerdekaan. Agustus 1943 organisasi ini berdiri. Sejak awal Dwi semangat sekali mendengar organisasi itu, jiwa pejuang melekat pada dirinya. Ia benar benar ingin terlibat dalam kemerdekaan bangsa ini. Tapi ekspektasi tidak selaras dengan realita. Itu semua hanya tipuan. Dwiku hampir dipermainkan oleh tentara jepang saat mengobati salah satu serdadu jepang yang terluka saat berlatih. Dia berhasil melarikan diri dan memberi tahu pada semua orang akan hal itu. Serdadu Jepang tidak suka. Dwiku dibunuh. Pembunuhan Dwi membuat teman temannya bungkam.Takut.
Apa sebenarnya mau mereka? Dari awal, aku merasa ada sesuatu yang ganjil. Kadang membuatku bingung dan ragu akan kemerdekaan bangsa. Memang benar, kami diperbolehkan berbahasa Indonesia. Juga benar, Jepang membolehkan pengibaran bendera Indonesia. Aku juga tidak menyangkal, Jepang membebaskan menyanyikan lagu kebangsaan. Tapi semua ini tidak berjalan semudah itu. Pengibaran bendera Indonesia dilakukan setelah pengibaran bendera Nippon. Lagu kebangsaan dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Jepang.  Apa maksudnya ini ? Benarkah mereka cahaya dari timur ?
Keganjilan makin saja terlihat. Pemberlakuan Romusha di tahun 1942, memperkerjakan ribuan penduduk pulau, diberi upah cukup untuk makan sehari dan membayar sewa tempat tinggal. Apa untungnya? Sama saja rasanya dengan tidak bekerja !
Terlebih lagi, mereka meminta penduduk pulau memberi semangat pada mereka sebelum mereka bekerja, memberi pidato setiap hari bahwa Romusha adalah salah satu cara agar penduduk pulau  yang tidak bisa bertempur di medan perang turut serta  membantu bangsa  untuk memenuhi kebutuhan perang nanti. Ah, ini buruk sekali. Isi kepalaku mulai berputar tak karuan. Pikiran buruk menyerang. Akan ku ceritakan keraguan ini pada ibuku.
“Danu ! Jangan sia – siakan otakmu itu  untuk memikirkan hal-hal bodoh. Bukalah mata hatimu dengan lebar, sekarang tidak ada lagi kerja paksa yang mengerikan, mereka telah membawa pergi bangsa mancung yang sudah sangat kubenci. Apalagi yang perlu dikhawatirkan, sekarang ?"


"Ibu-" suaraku terputus, aku mengerti caranya menangis sekarang. Rasa sakit akan kepergian gadisku  tak bisa aku ceritakan pada ibuku. Aku hanya bisa berteriak dalam hati.
Ibuku adalah wanita yang paling ku kagumi di dunia ini. Tidak ada lagi. Wanita paling cerdas, tangkas dan kuat sedunia. Namun kali ini , aku tidak sependapat dengannya.
Entah aku saja yang menyadarinya, tapi kupikir bangsa ini semakin buruk. Kesengsaraan terjadi dimana-dimana. Penduduk pulau tidak sadar akan hal itu. Selalu meng-iyakan. Membenarkan. Gerakan 3A benar-benar berhasil mencuri hati setiap penduduk pulau. Padahal, jelas sekali kebijakan pemerintahan fasisme Jepang sangat sistematis dan terencana, merekrut tiap wanita dari penduduk pulau sebagai “budak seks” tentara Jepang (Ianfu) juga perekrutan paksa penduduk pulau sebagai tenaga kerja (Romusha), maupun perekrutan paksa sebagai wajib militer (Heiho).
Apa artinya ini? Ini sama saja seperti bangsa mancung yang ibu benci. Bedanya, mereka bergerak dengan topeng tebal dan begitu picik. Bodohnya aku sempat percaya pada mereka. Dasar topeng tebal !
Berada di organisasi bentukan tentara sipit benar benar menyakitkan. Rasanya ingin kupotong jari mereka, kupatahkan kakinya dan tanganku gatal sekali ingin memukul matanya hingga biru. Tapi aku tidak suka bergerak kotor, aku lebih suka bergerak rapi. Menyusun rencana dibelakang. Menusuk dari sisi yang tidak terlihat. Benar, aku juga bertopeng dihadapan mereka. Akan kupastikan topeng yang kupakai jauh lebih tebal. –
Di tanggal 1 Maret 1945, Jepang membentuk dewan untuk mempersiapkan kemerdekaan,  BPUPKI atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Busuk sekali, ini bukan ketulusan hati Jepang yang ingin memerdekakan bangsa kami, tapi karena pemerintahan Jepang sedang terancam oleh sekutu. Kondisinya lemah. Mereka membutuhkan pasukan lebih banyak, maka dari itu mereka menjanjikan kemrdekaan dengan membentuk BPUPKI, mengupayakan agar penduduk pulau semakin percaya pada Jepang, lantas membantu Jepang dengan tulus.
Pemerintah pimpinan penduduk Jepang yang mengumumkan pembentukan BPUPKI , Jendral Kumakici Harada. Begitu mendengarnya aku tertawa dalam hati, ‘Akan kupastikan topengku lebih tebal !’. Aku turut berperan. Setiap hari aku selalu mendampingi Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat, ketua BPUPKI. Mengawal perjalanannya.  Mengawasi setap gerak gerik ganjil. Memberitahu untuk waspada. Tidak hanya itu, aku juga menyimak setiap perbincangan. Menyimpulkan.
Aku jadi sering berbincang bersama dua tokoh  pemikir bangsa, Wikana dan B.M Diah. Mereka begitu mengagumkan, kami bertemu saat aku sedang diberi tugas mengawal. Kami jadi sering berdiskusi tentang nasib bangsa. Ini menarik.
Tanggal 28 Maret 1945. Upacara peresmian BPUPKI. Sangat sakral, dihadiri oleh 67 anggota BPUPKI dan dua tokoh pembesar Jepang yaitu Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah ke-7 yang bermarkas di Singapura dan membawahi tentara-tentara yang bertugas di Indonesia) dan Panglima tentara ke-16 yaitu Letnan Jenderal Nagano. Aku masih mendampingi dan mengawal.
Esoknya, sidang berlangsung . Membicarakan tentang dasar negera. Dipimpin oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedyoningrat dengan dua wakilnya R.P Suroso dan Ichibangase. Ramai. 67 tokoh pemikir terlibat dan dengan semangat mengungkapkan pendapatnya. Moh. Yamin, Soepomo dan Soekarno juga hadir untuk menyampaikan ide-ide untuk kemerdekaan bangsa. Setiap hari begitu.
Pagi itu 1 juni 1945 aku pergi ke gedung Chu Sung In, pejambon Jakarta. Aku diundang untuk ikut serta dalam sidang  BPUPKI, sang pimpinan naik ke atas panggung untuk memberi sambutan. Ialah seseorang yang aku kawali seharian.
Kini giliran Ir.Soekarno naik ke atas panggung untuk memberi pidato . Ia berujar lantang .
 “Paduka tuan ketua, timbulah pertanyaan. Apakah dasar kita untuk mendirikan Negara Indonesia merdeka? Apakah nasionalis-sosialismen? Atau historis-kah ? materialism ? Marsisme-kah ? Kita ingin buat Negara semua untuk semua bukan untuk satu orang bukan untuk satu golongan. Tapi untuk semua. Ialah Negara kebangsaan Indonesia.”
Dalam benakku timbul pernyataan, betapa semangatnya mereka untuk memproklamirkan  ideologi  mereka. Berfikir keras demi merdekanya bangsa ini, bangsa Indonesia.
Hari ini adalah hari keputusan sidang. Sidang BPUPKI berakhir pada hari ini. Hasilnya adalah dasar Negara Indonesia. Hal yang mendasari undang undang yang akan berlaku di Indonesia nanti, Pancasila.
Keputusan ini belum sempurna, masih ada yang perlu disempurnakan. Tepat tanggal 22 Juni 1945 dibentuklah Panitia Sembilan. Ir.Soekarno, Achmad Soebardjo, Ahmad Kahar Mudzakir, Alex Andries Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mochammad Hatta, Abdul Wahid Hasyim, Agus Salim, dan Mochammad Yamin terlibat didalamnya. Merumuskan asas dan tujuan negara Indonesia merdeka.
Ada yang menarik dari perumusan ini, aku mengenal sosok luar biasa. Awalnya membuatku berfikir ganjil, namun akhirnya penyataannya menggenapkan fikiranku. Ki Bagus Hadikusomo namanya, sosok termahsyur Muhammadiyah. Baginya syariat Islam adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Ia gigih memperjuangkan pendapatnya berlandaskan firman yang mulia. Entah apa yang merasuki fikiranku, aku selalu setuju dengan pendapatnya.
Sempat kupergoki  beliau bersama ulama yang lain  menentang keras budaya Saikirei yang dipaksakan Jepang, yaitu membungkukkan badan ke arah Istana Diraja Tenno Heika di timur laut sebagi simbol penghormatan kepada Kaisar Jepang yang dianggap keturunan dewa matahari.
Saat perumusan berlangsung beliau mengemukakan agar negara Indonesia berlandaskan Islam, dipandu Qur’an dan Hadits, agar menjadi negara yang tegak, teguh, kuat dan kokoh. Tutur katanya sangat mudah diterima hatiku. Syahdu dan menenangkan, menggenapkan segalanya.
Sampai – sampai  Pak Karno menyebut namanya sepuluh kali dalam pidatonya beberapa hari yang lalu. Kata tokoh yang kukawal seharian, Ki Bagus Hadikusumolah yang gigih berdebat dengan Pak Karno, mengubah sila ketuhanan yang asalnya ditaruh di posisi kelima mejadi pertama. Bahkan membuat Pak Karno menangis tersedu- sedu, karena pemahamannya berlandaskan firman yang agung lagi mulia. Siapa yang tidak tersentuh ?
Kemerdekaan kini bukan omong kosong lagi. Bukan harapan palsu. Bukan juga cita-cita yang tidak bisa dicapai.




Syahdu, haru, ketentraman hati, semua rasa itu tumbuh saat kudengar Pak Karno membacakan teks proklamasi. Tak kuasa ku menahan tangis atas keberhasilan para pejuang negeri yang gigih membela melawan penjajahan juga atas cita – cita ku yang terpenuhi.
Ki Bagus Hadikusumo sering kali menekankan bahwa kemerdekaan ini adalah izin Allah, saat bergantung padaNya hal yang mustahil akan terjadi jua. Bukan karena pejuang yang berlandaskan kemerdekaan dirinya di dunia ini, tapi karena pejuang yang berjuang bersama Allah, supaya Allah mengizinkan kemerdekaan negeri ini.
Aku Danu. Si busur dari panah terkuat  yang  Ki Bagus Hadikusumo ceritakan. Mulai saat ini, aku tidak pernah gentar karena yakin Allah-lah yang paling Kuasa. Aku tidak gentar bukan karena tubuhku yang besar dan kekuatan ku yang mumpuni,  melainkan karena Rabbku yang menguatkanku dan yang menguasaiku.
Aku takkan pernah gentar selama Rabbku bersamaku. Kini dan nanti, aku adalah pejuang yang gigih mempertahankan syariat Islam di negeri ini, menjadi harga matiku atas sejuta pemberian Rabbku yang satu.
Aku Danu, takkan gentar melawan.


Tulisan dari _fathi_