cuma ingin berekreasi dengan pemikiran-pemikiran

Selasa, 28 Februari 2017

Sisi lain dari manusia



Manusia adalah makhluk yang sempurna yang memiliki akal untuk berpikir dan memiliki hati untuk menentukan dan manusia adalah suatu makhluk yang diciptakan oleh alloh untuk beribadah kepada alloh. Sebagaimana dijelaskan di QS: adh-dhariat:56 “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada ku” dari ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia itu diciptakan semata-mata untuk beribadah kepada alloh swt. Dan ibadah disini ibadah yang seperti apa? Atau kah hanya sebatas sahadat,solat , zakat , puasa , haji? Tentu saja tidak! Karena islam itu luas dan bukan sekedar kepercayaan biasa dan islam itu bukan sekedar agama. Islam itu adalah sebuah din dan pengertian dari din ini adalah suatu system atau suatu tatanan kepemimpinan. Mengapa begitu? Mari kita lihat sejarah para rosul-rosul alloh yang berperang dijalan alloh untuk mendapat kan keridhoan nya dengan menjadi kan bumi ini sebagai kerajaan alloh di bumi. Karena alloh juga telah berfirman di QS: al baqarah:30 yang dimana ayat ini menjelaskan tentang alloh menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Apa itu khalifah? Khalifah itu adalah pengganti atau wakil , maksud dari alloh menjadikan manusia sebagai wakil alloh di muka bumi adalah sebagai wakil alloh dimuka bumi yang nantinya akan merawat bumi ini berdasarkan hokum-hukum alloh dan agar terciptanya suatu kesejahteraan yang hakiki karena logika nya seluruh alam beserta isinya diciptakan oleh alloh dan diaturnya pun harus berdasarkan hokum alloh dan sebaik-baik dan sebenar-benarnya hokum alloh itu adalah alquran dan jika ada hokum selain alquran adalah hokum yang diterapkan oleh system syirik dan syirik itu adalah dosa yang sangat besar dan tidak akan diampuni oleh karena itu pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menerapkan hokum alloh di muka bumi. Sebagaimana yang dijelaskan di QS: al ahzab:72 bahwa manusia telah memikul amanat dari alloh yang sebelumnya alloh menawarkan kepada langit dan gunung. amanat yang dimaksudkan itu adalah mengurus dan merawat bumi, dengan cara apa kita mengurus bumi? Yang pasti berpatokan kepada alqur’an dan sunnah rosul. Belakangan ini kita dihebohkan dengan kasus penistaan al qur’an yang katanya menistikan QS: al maidah: 51 yang didalamnya tentang janganlah memilih pemimpin dari golongan orang yahudi dan nasrani. Banyak juga yang terkecoh dengan ayat ini padahal jika kita melihat ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang hokum alloh lebih baik daripada hokum jahilyah. Menurut saya , kasus ini terlalu berlarut-larut sehingga banyak orang yang termakan oleh opini kebanyakan orang. jika kita memakai logika berfikir tentang pemilihan pemimpin di Indonesia kita harus melihat wadah dalam pemilihan ini apakah memakai hokum islam? ataukah sebaliknya? Tentu ini yang harus menjadi dasar berfikir masyarakat Indonesia. Karena pemimpin islam untuk pemerintahan islam dan sebaliknya. Karena pemerintahan islam hanya mengharapkan keridhoan alloh di dunia maupun di akherat. Karena akar yang baik akan manghasilkan buah yang baik pula dan jika alquran menjadi dasar di Negara ini maka akan menghasilkan masyarakat yang Harmoni.

Mari Radikal

          Istilah radikal saat ini telah disimpangkan menjadi kata yang sangat negatif padahal jika kita lihat dari kamus kbbi sendiri Kata radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya akar. Dalam kamus, kata radikal memiliki arti: mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir dan bertindak (KBBI, ed-4, cet.I, 2008). Dari pengertian kbbi sendiri kita bisa mengetahui radikal adalah kata yang berkonotasi positif karena dengan pemikiran radikal lah sukarno dapat melaksanakan cita-cita kemerdekaan di negeri indonesia.
Belakangan ini kita sering di hebohkan dengan kata-kata radikal bahkan pemerintah saat ini ingin melakukan suatu terobosan untuk menghilangkan pemikiran-pemikiran radikal. Mungkin, Karena saat ini  banyak nya kasus terorisme yang terjadi di indonesia. Tetapi bisa kita bayangkan jika di negeri ini tidak ada orang-orang yang radikal. Pasti lah generasi-generasi muda indonesia hanya bisa menjadi budak dari zaman modern yang hanya mengikuti arus zaman tanpa mengetahui apa yang harus dilakukan. Seperti terombang-ambing dalam kebingungan yang nyata.
Jika kita berkaca pada tahun-tahun perjuangan bangsa ini. Kita bisa melihat murid dari guru bangsa H.O.S Tjokroaninoto seperti sukarno, muso, dan kartosuwiryo yang ketiga nya meniliki pemikiran yang sangat berbeda dan bertolak belakang tetapi mereka bertiga adalah orang-orang yang radikal yang menpunyai visi yang revolutioner karena ingin menciptakan suatu lembaga yang merdeka dan melepas dari perbudakan dan penjajahan oleh bangsa asing. Masing-masing dari mereka ingin menciptakan lembaga yang merdeka sesuai dengan ideologi yang mereka miliki. Sukarno dengan nasionalisme nya , muso dengan sosialis-komunis nya , dan kartosuwiryo dengan islam nya.
Jika mereka tidak radikal mungkin mereka tidak akan menpertahankan prinsip nya. Bahkan pada saat penembakan muso dan eksekusi kartosuwiryo mereka berdua wafat dengan memegang prinsip nya. Sulit dijelaskan memang  mereka berdua rela mati demi terciptanya prinsip yang mereka cita-citakan. Muso tertembak mati pada saat dia melarikan diri ke ponorogo oleh pasukan yang sedang bberpatroli pada tanggal 31 september 1948. Begitu juga kartosuwiryo yang di eksekusi mati di pulau ubi karena tertangkap oleh pasukan siliwangi di gunung geber oleh operasi pagar betis. Nasib sukarno berbeda dengan kedua sahabat nya. Sukarno yang sampai saat ini dijuluki pahlawan kemerdekaan dan kedaulatan negara republik Indonesia masih terasa sampai sekarang.
Dari ketiga tokoh diatas kita melihat ada persamaan yaitu mereka sama-sama memegang kuat prinsip yang diyakini nya. Dengan kata lain mereka semua adalah tokoh yang radikal yang menginginkan tercapainya cita-cita mereka.

Sabtu, 25 Februari 2017

pemberontakan PKI 1948


           Pascakemerdekaan Republik Indonesia, kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia belum sepenuhnya stabil. Sebagai negara yang ingin diakui kedaulatannya, Indonesia memerlukan pengakuan secara de jure, artinya pengakuan dari negara-negara internasional bahwa Indonesia memang pantas dan sah menentukan nasib negaranya sendiri. Beberapa negara telah mengakui kedaulatan Indonesia. Namun, Belanda yang telah menjajah Indonesia beratus-ratus tahun merasa bahwa Indonesia masih ada di bawah kekuasaannya.
Setahun setelah memproklamasikan diri, Indonesia yang masih menata tatanan peemrintahannya harus menerima kedatangan sekutu yang ternyata memboncengi tentara Belanda di belakangnya. Sekutu mengikutsertakan tentara Belanda dalam operasi pembersihan tentara Jepang yang masih berada di Indonesia. Operasi pembersihan ini ternyata hanya alasan yang digunakan sekutu untuk membantu Belanda memasuki Indonesia. Pemerintah dan rakyat yang menyadari hal ini kemudian melakukan penentangan terhadap aktivitas Sekutu dan Belanda. Perlawanan pun terjadi. Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama. Dengan kesadaran dan kekuatan rakyat Indonesia yang bersatu mempertahankan kemerdekaan, akhirnya Belanda berhasil dipukul mundur. Setelah perang fisik, untuk mengambil jalan keluarnya dilakukanlah perundingan atau perjanjian antara Belanda dan Indonesia.
Perjanjian Renville menjadi perjanjian kedua antara Indonesia dan Belanda. Setelah sebelumnya ada perjanjian linggarjati yang diwakili oleh sutan sjahrir. Pada 17 Januari 1948 Indonesia dan Belanda mengadakan sebuah perjanjian di atas kapal perang Amerika Serikat, USS Renville. Dalam perjanjian Renville, perwakilan dari pihak Indonesia adalah Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Hasil perjanjian Renville lebih banyak menempatkan Indonesia pada posisi yang dirugikan. Kerugian pertama yaitu adanya penyempitan kekuasaan wilayah Indonesia yang semakin memperlemah posisi Indonesia karena secara geografis wilayah Indonesia terkurung oleh kekuasaan Belanda. Kerugian kedua adalah hancurnya sektor perekonomian di mana saat itu aktivitas ekonomi masyarakat Indonesia di blokade oleh Belanda. Kerugian ketiga adalah munculnya konflik internal antara Amir Syariffuddin dan kelompok yang kontra terhadap hasil perjanjian Renville, di mana kelompok ini didominasi oleh Partai Nasional Indonesia dan Masyumi.
Melihat kondisi internal pemerintah Indonesia, selain adanya pro-kontra atas hasil Perjanjian Renville, juga ada ketidakstabilan tatanan pemerintahannya di mana jabatan kabinet yang diganti selama dua tahun berturut-turut menghambat dan menghalangi proyek jangka panjang kabinet terpilih untuk menstabilkan negara. Amir Syariffuddin yang telah menjadi Perdana Mentri Indonesia sejak 3 Juli 1947 lengser dari jabatannya pada 29 Januari 1948 setelah mendapat mosi tidak percaya dari Masyumi dan golongan Nasionalis. Dengan mundurnya Amir Sjarifuddin, maka Kabinet Amir pun dibubarkan diganti dengan kabinet Muhammad Hatta.
Amir Sjarifudin kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948. FDR ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan PKI. Sementara itu Mohammad Hatta mengajak Masyumi, PNI, dan sayap kiri untuk bergabung dan bersama-sama membangun kabinet koalisi dengan proporsi wakil yang seimbang. Dalam perundingannya, sayap kiri tidak menolak tawaran untuk terlibat dengan kabinet koalisi Hatta. Namun, sayap kiri menginginkan kedudukan yang lebih strategis dan lebih dominan dengan mengajukan pengaturan penempatan kedudukan bagi wakil-wakilnya
Setelah kepulangan Muso dari Moskow pada 11 Agustus 1948, Amir pun semakin dekat dengan Muso. Bersatulah kekuatan FDR dengan PKI di bawah Amir Sjarifuddin dan Muso. Muso dengan paham komunisnya yang dibawa dari Rusia mulai menyebar isu dan memprovokatori masyarakat bahwa hukum pemerintahan yang ada tidak adil dan lebih cenderung pada Islam, padahal Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Eka. PKI mengakui bahwa PKI beserta sekutu-sekutunya adalah yang paling benar. Rakyat dan tentara sering dihasut untuk melawan pemerintahan Soekarno-Hatta dan menyatakan bahwa PKI adalah pembela rakyat kecil. Segala usaha dilakukan untuk menjatuhkan pemerintahan yang ada dan Kabinet Hatta yang sah.
Upaya penghasutan ini tidak lain untuk membuat rakyat kecil pro pada PKI dan memunculkan citra pemerintah yang tidak bisa menciptakan kestabilan negara. Dalam pergerakan yang dilakukannya, PKI selalu dihalangi oleh Masyumi yang menjadi musuh besarnya. PKI yang memegang paham komunisme memang sangat sensitif dengan umat Islam dan juga unsur-unsur Islam yang ada di Indonesia. PKI menganggap kehadiran Masyumi hanya menghalangi usahanya untuk menguasai Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Banyak sekali pergesekan yang dialami oleh PKI selain dengan pemerintah Indonesia yang menjadi target utama gerakannya, juga dengan Masyumi yang selalu menghalangi usaha pergerakan PKI dalam menguasai Indonesia. Berangkat dari kondisi Indonesia yang belum stabil sepenuhnya dan adanya pergesekan tersebut, maka akhirnya meletuslah pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948.
Adapun alasan dipilihnya Madiun oleh Muso sebagai wilayah awal dan pusat pemberontakan karena letak geografis kota Madiun yang jauh dari ibu kota. PKI menganggap Madiun kurang mendapat perhatian dari pemerintah di ibukota yang sedang disibukkan oleh gencatan senjata Belanda. Dengan demikian PKI bisa dengan mudah memporak-porandakan sistem pemerintahan daerah Madiun dan menguasai
daerah tersebut.

          Madiun Affairs ini dimulai pada pukul 03.00 WIB tanggal 18 September 1948 setelah terdengar tembakan pistol tiga kali, sebagai tanda dimulainya gerakan nonparlementer oleh kesatuan komunis yang disusul dengan gerakan pelucutan senjata. Kemudian, kesatuan PKI menduduki tempat-tempat penting di kota Madiun, seperti kantor pos, gedung bank, kantor telepon, dan kantor polisi. Setelah itu, gerakan berlanjut dengan penguasaan kantor radio RRI dan gelora pemuda sebagai alat bagi mereka untuk mengumumkan ke seluruh negeri tentang penguasaan kota Madiun yang akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan akan mendirikan negara Soviet Republik Indonesia serta pembentukan pemerintahan Front Nasional .
Masih di tanggal 18 September 1948, tokoh-tokoh PKI menyatakan tentang berdirinya Soviet Republik Indonesia yang bertujuan untuk mengganti dasar negara Pancasila dengan komunis. Yang menarik adalah ketika Soviet Republik diprolamirkan, Amir Sjarifuddin dan Muso yang selanjutnya diusung sebagai presiden dan wakil presiden malah berada diluar Madiun. Proklamasi ini sendiri oleh Supardi, tokoh FDR dari Pesindo dengan diiringi pengibaran bendera merah di balai kota. Dengan ini, Madiun dan sekitarnya resmi dinyatakan sebagai daerah yang terbebaskan. Bersamaan dengan itu, dimulailah pemberontakan PKI Madiun yang kemudian dikenal dengan sebutan Madiun Affairs.
Kesatuan-kesatuan yang dipersiapkan untuk melakukan pemberontakan tersebut antara lain: kesatuan yang dipimpin oleh Sumartono (Pesindo), pasukan Divisi VI Jawa Timur di bawah pimpinan Kolonel Djokosujono dan Letkol. Dahlan yang waktu itu panglima divisinya ialah kol. Sungkono, juga dari sebagian Divisi Penembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol. Suadi dan Letkol. Sujoto.
Dalam gerakan ini, kesatuan PKI telah melakukan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat orang militer. Perebutan kekuasaan ini berjalan lancar. Kemudian, mereka mengibarkan bendera merah di balai kota. Pasukan-pasukan komunis yang dipimpin oleh Semarsono, Dahlan, dan Djokosujono dengan cepat telah menguasai seluruh kota Madiun. Karena, sebagian besar tentara di kota itu tidak mengadakan perlawanan. Di samping itu, pertahanan kota Madiun sebelumnya praktis sudah dikuasai oleh pasukan brigade 29.121. Perebutan kekuasaaan tersebut pada jam 07.00 telah berhasil sepenuhnya menguasai Madiun.
Tindakan-tindakan yang dilakukan kaum pemberotak tersebut terlalu anarkis, seperti menangkap para pejabat pemerintah, perwira TNI, pemimpin partai, alim ulama yang mereka anggap musuh untuk dibunuh secara besar-besaran. Bahkan, banyak diantaranya yang dimasukan ke dalam sumur dan dijadikan kuburan massal.
Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut. Namun, tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang, kelompok kiri termasuk Amir Sjarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi pemerintah RI yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS. Pada 19 September 1948, presiden Soekarno yang disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih Muso-Amir Sjarifuddin atau Soekarno-Hatta. Setelah pidato yang menuntut rakyat harus memilih salah satu dari dua kubu ini (pemerintah yang diwakili Soekarno-Hatta atau pemberontak yang diwakili Muso-Amir), maka pecahlah konflik bersenjata, yang dinamakan pemberontakan Madiun.
Pemberontakan PKI di Madiun mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan tindakan tegas. Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan Negara di tangannya. Ketika terdengar berita bahwa di Madiun telah terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh PKI Muso, maka dengan segera pemerintah mengadakan siding kabinet lengkap pada tanggal 19 September 1948 yang diketuai langsung oleh Presiden Soekarno. Hasil sidang tersebut mengambil keputusan antara lain:
Bahwa peristiwa madiun yang digerakan oleh FDR/PKI adalah suatu pemberontakan terhadap pemerintah dan mengadakan instruksi kepada alat-alat Negara dan angkatan perang untuk memulihkan keamanan Negara Republik Indonesia.
Memberikan kuasa penuh kepada Jenderal Sudirman untuk melaksanakan tugas pemulihan keamanan dan ketertiban kepada keadaan biasa di Madiun dan daerah-daerah lainnya.
Setelah presiden memberi perintah kepada angkatan perang untuk segera mengembalikan keamanan, maka dengan segera diadakan penangkapan terhadap orang-orang yang membahayakan Negara dan diadakan penggrebekan tempat-tempat yang dianggap perlu. Supaya dapat melaksanakan tugas dengan baik, Markas Besar Angkatan Perang segera menetapkan dan mengangkat kol. Sungkono, Panglima Divisi VI Jawa Timur, sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur yang mendapat tugas menggerakan pasukan dari arah timur Keresidenan Madiun untuk menumpas pemberontakan PKI Muso dan mengamankan kembali seluruh Jawa Timur dari anasir pemberontak. Setelah mendapat perinah tersebut, kol. Sungkono segera memerintahkan Brigade Surachmand untuk bergerak menuju Madiun. Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jonosewojo yang terdiri atas batalion Sabirin Muchtar bergerak menuju Trenggalek terus ke Ponorogo. Batalion Gabungan pimpinan  Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju Dungus dan Madiun. Batalion Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan, Plaosan. Bergerak pula Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Letkol. Sadikin.
Untuk tugas operasi ini, Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan 8 batalion, yaitu batalion Achmad Wiranatakusumah, battalion Lukas yang menggantikan battalion Umar, battalion Daeng, battalion Nasuhi, battalion Kusno Utomo, Letkol. Kusno memegang dua battalion dan menjabat sebagai kepala staf Brigade, battalion Sambas, battalion A. Kosasih, battalion Kemal Idris. Di samping itu juga, pasukan panembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol. Slamet Riyadi, Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi, dan pasukan-pasukan dari Banyumas yang dipimpin oleh mayor Surono.
Battalion Kemal Idris dan battalion A. Kosasih yang didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke utara menuju Pati. Batalion Daeng bergerak ke utara dengan tujuan Cepu, Blora. Battalion Nasuhi dan battalion Achmad Wiranatakusumah bergerak ke selatan dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Battalion Darsono dan battalion Lukas bergerak ke madiun. Sedangkan pasukan Panembahan Senopati bergerak ke utara. Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin  Mayor Achmad bergerak ke timur menuju Madiun melalui Sarangan.
Muso yang melarikan diri ke daerah Ponorogo tertembak mati pada tanggal 31 Oktober 1948 oleh Brigade S yang  dipimpin oleh kapten Sunandar, sewaktu melakukan patrol. Sedangkan pada tanggal 20 November 1948, pasukan Amir menuju Tambakromo, sebelah timur Kayen sebelah selatan Pati. Mereka terdiri dari kurang lebih 500 orang, ada yang beserta keluarga mereka. Keadaan mereka sangata menyedihkan. Banyak di antara mereka yang ingin melarikan diri, tetapi rakyat selalu siap menangkap mereka. Banyak mayat pemberontak ditemukan karena sakit atau kelaparan. Akhirnya, Amir menyerahkan diri bersama pasukannya pada tanggal 29 November 1948, saat mereka menyebrangi sungai Lusi menuju ke desa Klambu, antara Klampok dan Bringin (7 km dari Purwodadi). Pasukan TNI menggunakan taktik menggiring ke titik buntu yang mematikan. Taktik ini ternyata berhasil. Karena, pasukan pemberontak terjepit di daerah rawa-rawa. Mereka dikepung oleh kesatuan-kesatuan TNI. Di sinilah Amir menyerahkan diri beserta pasukannya.
Gerakan operasi militer yang dilancarkan oleh pasukan yang taat kepada pemerintah RI berjalan dengan sangat singkat. Dalam 12 hari, Madiun dapat dikuasai kembali, tepatnya pada tanggal 30 September 1948 jam 16.15. setelah Madiun dapat direbut kembali oleh pasukan-pasukan TNI, maka jam 17.30 sore, keamanan telah terjamin kembali dan tiap-tiap rumah telah berkibar bendera merah putih. Namun, pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah sehingga tidak dapat segera ditangkap. Baru pada akhir bulan November 1948, seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Muso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, mantan perdana menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948 atas perintah Kol. Gatot Subroto.
Dampak Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948
Kemerdekaan Indonesia yang baru berjalan selama tiga tahun akhirnya dikacaukan dengan peristiwa 18 September 1948 yang dilakukan oleh kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemerdekaan yang seharusnya diisi dengan pembangunan bangsa, justru dikacaukan oleh sekelompok orang yang tidak memahami arti kemerdekaan. Kepentingan pribadi dan kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan nasional. Paham komunisme tumbuh pada jiwa orang-orang PKI, sedangkan rakyat, khususnya buruh dan tani, tidak paham berpolitik. Mereka mengikuti aktivis PKI hanya karena ikut-ikutan, dan bukan karena pemahaman yang baik mengenai komunisme. Pecahnya peristiwa pemberontakan yang didalangi PKI di Madiun pada tahun 1948 dengan pendirian sebuah pemerintahan sementara Front Nasional Daerah Madiun, memicu berbagai perubahan kondisi geopolitik Republik Indonesa hingga perubahan dalam kehidupan masyarakat Madiun sebagai dampaknya. Pemberontakan PKI di Madiun menyebabkan keresahan warga akibat pemberontakan yang berlangsung selama 11 hari dan pada tanggal 18 September 1948, FDR dan PKI memproklamasikan berdirinya Negara Soviet Republik Indonesia di kota Madiun.. Apalagi ketika saat itu Indonesia masih dalam masa kerugian dikarenakan akibat dari perjanjian renville yang membuat menyempitnya wilayah Indonesia dan semakin melemahnya posisi Indonesia akibat terkurung oleh Belanda dan kerugian dari ekonominya adalah ketika saat itu Perekonomian Indonesia semakin lemah karena diblokade oleh Belanda, dan kerugian akibat konflik antara Amir Syarifuddin dan kelompok kontra hasil perjanjian Renville Yang didominasi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Masyumi. Akhirnya Amir Syarifuddin lengser pada bulan Januari 1948.

Ketika tentara Republik Indonesia masuk ke Madiun, Muso dan pemimpin-pemimpin pemberontak lain sudah meninggalkan kota Madiun. Kantor telepon telah disabotase oleh pemberontak dengan menggunakan trekoom, hingga memutuskan komunikasi lewat jaringan telepon yang menyulitkan masyarakat Madiun untuk menikmati komunikasi jarak jauh menggunakan telepon. Perginya Amir, Muso dan kawan-kawannya dari Madiun, membawa senjata, bahan makanan, sejumlah besar emas, candu dan obat-obatan. Direbutnya kota Madiun oleh pemberontak, memberi mereka kesempatan untuk memindahkan alat-alat perang dan persediaan bahan makanan ke daerah pegunungan tempat mereka bertahan. Radio Gelora Pemuda yang sejak hari Rabu sudah tidak lagi mengudara juga ikut dibawa, dan sebagian besar dari percetakan Negara serta percetakan Muda juga diangkut. Akibat penguasaan fasilitas percetakan oleh pemberontak, uang RI pecahan ratusan tidak dapat diedarkan hingga membawa dampak ekonomi berupa melambatnya peredaran uang RI yang baru, tidak hanya bagi masyarakat Madiun tapi juga terjadi di daerah-daerah lainnya.
Selama terjadi gejolak pemberontakan di Madiun dan kampanye perlawanan terhadap pemberontakan PKI oleh pemerintah RI, menjadikan Madiun sebagai lahan perang saudara yang mengakibatkan aktivitas perekonomian Madiun stagnan.
Berhasilnya pemberantasan pemberontak PKI dari Madiun menjadi sebuah kemenangan bagi mereka yang terlibat, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan operasi pemulihan. Demikian pula bagi para pemerhati baik di dalam maupun luar negeri, mereka sepertinya juga mulai percaya bahwa sebuah pemberontakan komunis dalam skala besar kini telah berhasil ditundukkan, prestise pemerintahan Hatta benar-benar terdongkrak terutama di mata Amerika Serikat. Etnis Tionghoa sama sekali tidak menjadi sasaran korban penjarahan, pembakaran maupun pembunuhan. Baik ketika sejumlah daerah dan kota itu diduduki pasukan pemberontak, maupun ketika daerah dan kota-kota tersebut direbut kembali oleh pasukan pemerintah RI. Nyaris tidak ada laporan mengenai hal-hal negatif yang menimpa etnis Tionghoa selama berlangsungnya peristiwa di Madiun tersebut.
Selama pemberontakan berlangsung, terjadi penculikan lalu dibunuh secara sadis yang dilakukan oleh pemberontak terhadap pejabat-pejabat pemerintah, para tokoh ulama beserta santrinya, masyarakat setempat, para tokoh pemimpin dari Masyumi maupun PNI, jenderal-jenderal seperti jenderal Kolonel Sutarto dan Dr. Moewardi, maupun tawanan-tawanan pemberontak dari berbagai kalangan termasuk tawanan dari kalangan perwira TNI seperti Letnan Kolonel  Marhadi, Letnan Kolonel Wijono, Letnal Kolonel Sumantri, dan Mayor Rukmito Hedraningrat.
Soe Hok Gie dalam bukunya Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan Kisah Pemberontakan Madiun September 1948 menyatakan bahwa terungkapnya pembunuhan-pembunuhan terhadap tawanan-tawanan tersebut menimbulkan rasa jijik dari pihak-pihak anti komunis.
Untuk mengenang dan sebagai bentuk penghormatan bagi mereka yang kehilangan nyawa dan orang-orang tersayangnya dalam peristiwa pemberontakan Madiun tahun 1948, dibangun sebuah Monumen Peristiwa Madiun yang diresmikan pada 10 Juni 1991 yang terletak di Desa Kresek, Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun. Di kawasan monumen dahulunya adalah rumah-rumah yang dijadikan sebagai tempat pembunuhan ratusan orang yang dilakukan oleh PKI. Selain itu korban dari Peristiwa Madiun ini tidak hanya masyarakat biasa dan pegawai pemerintahan tetapi juga beberapa ulama dan pimpinan pesantren di sekitar Magetan dan Madiun yang jadi korban kebiadaban PKI, dalam peristiwa ini banyaknyak orang yang ditangkap sekitar 35.000 dan yang tewas sebanyak 8.000 jiwa.
Keadaan pemerintahan setelah terjadinya Peristiwa Madiun segera dipulihkan kembali. Mayor Sukawati diangkat menjadi Komandan Militer di Madiun, dan Sudarso menjadi Residen di Madiun. Berkas-berkas dan arsip-arsip yang sebagian telah dibawa oleh Muso dan kawan-kawan mulai didaftar dan ditata kembali. Pemerintah memberikan himbauan kepada masyarakat bahwa barang siapa yang menyimpan harta benda pemerintahan atau masyarakat sendiri wajib melaporkan kepada pemerintah Madiun dan menyimpannya baik-baik sampai dilakukan pengumpulan dan pendataan barang-barang milik pemerintah. Masyarakat yang terlibat langsung dan berperan aktif dalam peristiwa Madiun diadili secara langsung dengan menembak mati mereka, ketika diadakan pembersihan hingga pelosok desa di Madiun. Tetapi ada juga yang melarikan diri ke daerah-daerah lain, mereka menghindari pembersihan yang dilakukan oleh pemerintah dan ada pula yang ditangkap kemudian dipenjarakan ataupun diasingkan. Pasukan pemerintah selama operasinya di berbagai tempat, telah melakukan pembunuhan-pembunuhan kejam dan tanpa protes terhadap orang-orang awam yang disangka atau didakwa sebagai orang Komunis atau simpatisannya. Di berbagai tempat beberapa orang yang disangka Komunis diikat tangan dan lehernya secara beruntun dengan tali, lalu ditembak bersama di liang kuburnya yang sudah tersedia. Dengan maksud mengintimidasi dan menakuti rakyat, Dr. Wiroreno Sekretaris Comite Partai Pati dan ketua Pemerintah Fron Nasional Pati, ditembak mati oleh pasukan Siliwangi di bawah pohon beringin di tengah-tengah alun-alun kota Pati dan juga pemimpin pergerakan PKI Madiun ini yang bernama Muso tewas didalam suatu pertempuran kecil yang pelurunya itu bersangkar dikepalanya yan dilakukan oleh polisi militer.
Operasi yang dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan untuk melikuidasi pasukan Kiri dan PKI diberbagai daerah di Jawa.
Peristiwa pemberontakan Madiun merupakan suatu tragedi besar, bukan hanya karena menelan banyak korban jiwa, tetapi juga karena warisan kebencian yang ditinggalkan antara Kiri dan Kanan, antara Santri dan Abangan. Di Madiun terdapat dua golongan besar masyarakat Islam, yaitu sebagian Abangan (masyarakat yang memeluk Islam tetapi belum sepenuhnya menjalankan syariat Islam) dan yang Islam Santri. Ketika terjadi Peristiwa Madiun Partai yang beraliran Kiri seperti FDR, Sosialis, Pesindo membaur dengan Abangan sedangkan pasukan pemerintah mengadakan kerjasama dengan masyarakat santri, yang kebanyakan dari mereka tidak menyukai aksi dari kaum kiri dan Abangan yang tidak berperikemanusiaan.
Setelah operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat Madiun sudah melakukan aktivitas seperti biasanya, namun mereka lebih memilih diam dan tidak banyak yang bercerita tentang Peristiwa Madiun. Masyarakat Madiun umumnya cenderung tertutup jika ditanya apa yang terjadi pada waktu itu. Masyarakat Madiun yang menyaksikan kepedihan masa pemberontakan Madiun, khawatir jika trauma dan rasa takut dari masyarakat akan berdampak pada kehidupannya sendiri dan anak cucu mereka. Sehingga sebagian masyarakat enggan untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Akibat sabotase-sabotase yang dilancarkan oleh PKI terhadap infrastruktur pemerintah di Madiun berupa jembatan dan rel kereta api yang menghubungkan Wonosari dan Purwodadi, jembatan antara Ngawi, Ngale dan Madiun, mengakibatkan jalur transportasi terganggu untuk pendistribusian hasil pertanian. Saat itu, diseluruh Jawa Timur terdapat jembatan besar dan kecil sebanyak 5.500 diantaranya 500 buah yang rusak karena pemberontakan di Madiun dan juga banyaknya kantor dan markas yang rusak akibat dikuasai oleh pki seperti kantor-kantor pemerintah, bank, kantor telepon, markas Corps Polisi Militer CPM, Sub-Teritorial Comando STC, Markas Staf Pertahanan Djawa Timur SPDT, dan kantor polisi.
. Kerusakan yang besar ini ada di daerah Renville sedangkan di daerah yang dulu disebut Negara Jawa Timur tidak begitu besar. Jembatan yang besar terdapat di atas Kali Madiun, Solo, Brantas dan lainnya yang merupakan jembatan penguhubung yang menggerakan roda perekonomian. Di rusaknya infrastruktur-infrastruktur negara jelas mempersempit jalur transportasi ke Madiun sehingga mempersulit suplai dari luar Madiun masuk, permintaan akan barang tinggi namun jumlah barang yang dipasok sedikit sehingga melambungkan harga barang-barang di Madiun.
Baru setelah keadaan Madiun sudah dinyatakan aman oleh pemerintah dan telah sepenuhnya dikuasai pemerintah RI, aktivitas perekonomian masyarakat Madiun, seperti jual-beli kembali berjalan. Orang dewasa sudah kembali bekerja di kantor-kantor pemerintahan, pabrik-pabrik, melakukan kegiatan perdangangan, kegiatan belajar mengajar kemali digelar, petani mulai kembali bekerja menggarap sawahnya yang terlantar akibat situasi yang tidak aman ketika terjadi tembak-menembak antara tentara RI dengan pemberontak PKI dalam kampanye pemerintah menggulingkan Front Nasional Daerah Madiun.
Akibat kerusakan infrastruktur dan pengambil alihan fasilitas yang mendukung kegiatan ekonomi, berdampak pada melambatnya kegiatan ekonomi di Madiun dimana harga barang-barang cenderung tinggi dan tidak stabil. Menghadapi situasi tersebut, pemerintah RI kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah 1948 No. 54 tentang Penetapan Harga Barang-barang di seluruh Karesidenan, Daerah Istimewa dan Kota di seluruh RI. Upaya demikian diterapkan untuk menghindari kenaikan harga-harga barang berupa kebutuhan pokok dan lain-lain di Madiun dan daerah sekitarnya maupun di daerah lain di wilayah RI, setelah terjadinya pemberontakan Madiun.
Barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, padi, gaplek, gula, minyak tanah, minyak kelapa, di wilayah Madiun sempat mengalami penurunan jika dibandingkan harga-harga kebutuhan pokok di berbagai kota seperti Surabaya, Malang, Bojonegoro, dan Kediri. Penurunan harga ini terjadi karena sedikitnya peradaran uang akibat percetakan yang dikuasai pemberontak ketika terjadinya pemberontakan. Wilayah Madiun yang sebagian besar merupakan wilayah pertanian, namun akibat adanya gangguan keamanan serta operasi-operasi yang dilancarkan pemerintah RI untuk membersihkan Madiun dari PKI, membuat para petani takut hingga tidak mau menjual hasil pertaniannya ke kota lain dan hanya digunakan untuk konsumsi sendiri atau dijual di dalam wilayah Madiun.
Amerika Serikat tertarik untuk membantu dan membela Indonesia , karena pihak Republik bertindak tegas terhadap pemberontakan PKI . Saat itu Amerika takut pengaruh Uni Soviet akan berkembang di Indonesia.






Sumber:
Gie, Soe Hok. 1997. Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan Kisah Pemberontakan Madiun September 1948. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Warman Adam,  Asvi.  2012. Madiun 1948: PKI bergerak. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Ramelan. 1952. Perdjuangan Republik Indonesia dalam karikatur. Djakarta: Tintamas.
Soetanto, Himawan. 2006. Madiun dari Republik ke Republik: Aspek militer pemberontakan PKI di Madiun 1948. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.

Adams, Cindy. 2007. Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat. Jakarta: Media Pressindo
Anderson, David Charles. 2008. Kudeta Madiun 1948: Kudeta atau Konflik Internal Tentara. Jakarta: Buku Kita.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1884. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M. C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Seramb